096 / Marga Bakti, Ogan Komering Ilir Regency, South Sumatera
- Apa sih yang melatarbelakangi kakak untuk mengajar anak-anak tentang pelestarian Lingkungan?
Secara spesifik saya tidak memiliki latar belakang apapun mengikuti program ini. Saya hanya ingin berbuat sesuatu. Saya ingin bermanfaat untuk masyarakat terutama generasi penerus dalam lingkungan terdekat saya yaitu margo bhakti. Awal dari niat baik ini saya mulakan dengan mendirikan Rumah baca pelopor, semacam rumah baca kecil untuk masyarakat yang bisa diakses secara gratis untuk meningkatkan literasi masyarakat. karena respon yang bagus dari masyarakat terutama anak anak saya memberanikan diri untuk mengajukan permohonan buku ke Green-Books.org karena saya lihat Green-Books.org memiliki program yang sama, namun ternyata program tersebut sudah berakhir. Saya ditawari untuk ikut Program Sekolah Nol Sampah ini. Program yang bagus untuk mengedukasi anak-anak. Menginisiasi mereka untuk mau merubah pola hidupnya sejak dini. Di rumah baca pelopor ini ada 52 siswa tingkat paud dan sd yang aktif, mereka datang berkunjung bergantian tiap harinya. Lalu saya tawarkan untuk mengikuti program ini. Awalnya hanya 15 orang yang ikut kemudian dua hari berikutnya, pesertanya bertambah hingga 28 orang. Selanjutnya saya tutup pendaftaran pesertanya dikarenakan keterbatasan tempat. Ke-28 anak ini mengikuti semua programnya dengan sangat antusias.
- Boleh tolong ceritakan sedikit tentang lingkungan di desa/sekolah/komunitas kakak?
Desa Margo Bhakti termasuk dalam wilayah Sumatera Selatan. Namun kami tidak cukup beruntung karena ada di Kabupaten paling ujung selatan. Berbatasan langsung dengan Provinsi Lampung, membuat akses lebih dekat dengan Lampung. Dari kota kabupaten Kayuagung (Ibukota kab. Ogan Komering Ilir) berjarak Kurang lebih 117 Km. Sekitar 3 sampai 4 jam untuk mengakses pusat kota. Di sini listrik baru masuk tahun 2000, namun baru mulai stabil dan dapat digunakan di tahun 2012. Akses internet juga masih terbatas karena baru beberapa provider yang masuk signalnya. Infrastruktur dan sarana masyarakat memprihatinkan. Pasar terdekat berjarak kurang lebih 5 sampai 10 km. Akses jalan masih terbatas, dan sebagian besar hanya tanah merah berkoral. Masyarakat mendapatkan penghasilan dari menyadap getah pohon karet. Sebagian besar juga bergantung pada perkebunan kelapa sawit. Desa kami dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Tidak ada perpustakaan umum seperti di kota. Kami satu-satunya Rumah baca di seluruh Kecamatan Mesuji diluar perpustakaan sekolah. Tak ada yang istimewa dari mesuji dan margo bhakti, tapi kami punya masyarakat yang etos kerjanya tinggi. Mereka kuat dan semangat bekerja di ladang. Sayangnya semangat itu tidak dilatarbelakangi dengan pandangan yang bagus tentang pendidikan. Alhasil mereka hanya kuat mencari rezeki untuk hidup, tapi tidak memfasilitasi bidang intelegensi dan emosi untuk anak-anaknya. Banyak anak-anak usia smp yang tidak melanjutkan sekolah. Memilih bekerja atau menikah bagi yang perempuan. Ketidakterbukaan terhadap hal hal yang bersifat pendidikan ini membuat saya sedih. Pernah suatu kali salah satu orang dari tempat saya bertanya “Kak, untuk apa membuka perpustakaan, untuk apa cape cape mengajar anak orang, toh mereka bukan anak kita, bukan siapa siapa kita, bahkan kita tidak dibayar. Dari pada duitnya boros untuk buat rak, beli buku-buku, mending dibeliin sapi. Nanti saya yang rawat”.
Saya geleng-geleng sambil senyum tanpa saya jawab. Namun pelan pelan jawaban itu muncul dari datangnya para orang tua yang menitipkan anaknya untuk membaca kala sore hari. Pelan pelan saja kata saya dalam hati, selama raga ini mau berjuang dengan ikhlas, Insya Allah, Allah akan membuka jalan jalan lain yang kita anggap mustahil untuk didobrak.
- Kakak sudah menyelesaikan Sekolah Nol Sampah tahap 1, bagaimana menurut pendapat kakak?
Menurut pandangan saya yang paling disukai anak anak adalah saat membuat Pementasan wayang mini. Mereka antusias mengerjakan secara berkelompok, tertawa, saling menguatkan, dan bekerja sama. Saya cukup terkejut ketika anak anak begitu mudah menyerap tiap materi yang disampaikan. Mungkin karena konsep yang diberikan oleh Greenbooks yg dikelola sedemikian rupa, sehingga permainan, edukasi dan pengetahuan gampang diterima anak. Sebelumnya aga susah meminta anak untuk mempresentasikan atau mengutarakan apa yang mereka pikirkan secara langsung di depan teman2 nya. Namun kemarin segala sesuatunya berjalan sangat baik. Mereka berani bertanya, berekspresi dan mengungkapkan pendapat.